PROBOLINGGO - Pendiri dan Pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Jadid KH Zaini Mun'im adalah sosok yang allamah. Banyak karya tulis yang telah dihasilkan olehnya. Salah satu diantaranya adalah; Kitab Tafsir bil Imla', Nadham Safinatun Najah, Syu'abul Imam, Tawasul Kiai Zaini, Problematika Dakwah, dan beberapa kitab lainnya.
Selain alim, Kiai Zaini seorang pendekar yang egaliter. KH Zainul Mu'in menuturkan prihal ini melalui akun FB-nya.Sembari memposting foto Kiai Zaini, ia menulis sebagai berikut.
Baca juga:
Zainal Bintang: Dimana Itu Kearifan Lokal?
|
ENTAH tahun berapa foto ini diambil. Yang pasti jadul banget dan saya tidak bisa lagi mengenali siapa saja yang ada di foto ini kecuali beberapa orang. Satu di antaranya yang tak asing bagi saya adalah pria tinggi besar yang berdiri di tengah dengan baju warna gelap, sarung kotak-kotak dan berkacamata. Beliaulah Hadratus Syaikh Zaini Mun'im, Pendiri dan Pengasuh pertama PP. Nurul Jadid Paiton.
Di samping kiri beliau dengan peci hitam, bercelana dan memegang map adalah putera beliau, KH. Muhammad Hasyim Zaini, yang semasa saya mondok menjabat sebagai Kepala MAAIN, Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (sekarang MAN).
Di belakang Kyai Hasyim, jika tidak salah, adalah Ustaz Adam seorang guru tafsir di MAAIN, lalu di belakangnya lagi KH. Zuhri Zaini hafidhahullah. Kemudian, keempat di sebelah kanan Hadratus Syaikh ada Ust. H. Nasir yang kala itu sopir dhalem dan saat ini Ketua P4NJ Situbondo.
Bahkan Kiai Zainul Mu'in menyebutkan, satu hal yang menarik dan inspiratif dari foto ini adalah gambaran sikap egaliter seorang guru terhadap para santrinya. Memang, menurut beberapa santri yang lebih senior dari saya, sering terjadi ketika sekelompok santri sedang bincang-bincang santai di serambi pondok tiba-tiba Hadratus Syaikh datang dengan hanya memakai kaus oblong, lalu gabungan dengan mereka. Bila seseorang dari mereka hendak pergi karena sungkan, beliau melarangnya.
"Sudah, diam, diam, seperti inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dulu bersama para sahabatnya, " ujar beliau. Kata Zainul Mu'in menirukan ucapan beliau (Kiai Zaini)
Salah satu ciri khas Hadratus Syaikh adalah, beliau kalau memakai sarung selalu longgar di bagian bawah dan tidak pernah rapi. Maklum, sebagai (mantan) pendekar beliau selalu siaga dan siap untuk berlaga kapan dan di mana pun.
Ia menambahkan ceritanya. Konon, dalam hal bela diri silat, beliau seperguruan dengan Kyai Baidhawi, pendiri Pesantren Darul Lughah wal Karomah Kraksaan, dan Kyai Kholil Petang Pamekasan.
Kemudian, melihat motor merek Honda Astra yang ada di foto itu, saya jadi teringat sering menggunakan motor itu untuk mengantarkan dosen pulang seusai memberi kuliah di PTID, Perguruan Tinggi Ilmu Dakwah. Biasanya dosen datang dengan kendaraan umum dan turun di pertigaan Tanjung, lalu naik dokar ke pondok (waktu itu belum ada becak). Pulangnya baru diantar dengan motor itu ke Tanjung.
"Biasanya sayalah yang selalu berebut untuk mengantar, bukan karena apa, tapi senang saja naik motor, " katanya.